Rabu, 06 Januari 2016

Manajemen Penjualan BAB 11 Mengembangkan dan Melaksanakan Program Sales Training




BAB 11
MENGEMBANGKAN DAN MELAKSANAKAN PROGRAM SALES TRAINING

A.    TUJUAN TRAINING

1.      Memperkecil rate of turnover
Program –program training yang baik dapat memperkecil rate of turnover dari salesman karena orang – orang yang di training dengan baik lebih jarang gagal dalam pekerjaan dibandingkan dengan orang – orang yang tidak mengikuti training.

2.      Meningkatkan semangat
Seseorang merasa yakin bahwa ia telah diberikan training yang diperlukan akan mempunyai sikap yang lebih baik terhadap pekerjaan, perusahaan dan kehidupannya daripada mereka yang diterjunkan langsung kedalam dunia bisnis tanpa persiapan yang baik.

3.      Memperbaiki atau meningkatkan hubungan
Program training yang baik mengajarkan salesman bagaimana memberikan pelayanan kepada para langganan.

4.      Mengendalikan salesman
Program training harus dapat membuat sikap salesman yang diinginkan.


5.      Memperkecil biaya penjualan
Program training juga mempunyai tujuan untuk mengajar salesman dalam mengendalikan dan mengurangi pengeluaran.

6.      Untuk tujuan – tujuan khusus
Sales executive harus mempereteli tujuan atau sasaran yang luas ke dalam beberapa kelompok – kelompok khusus seperti mengembangkan metode – metode menangani kesukaran dan memperkuat teknik – teknik penjualan.





B.     PENTINGNYA TRAINING

Salesman baru yang tidak mempunyai pengalaman sebaiknya harus mengkuti training secara lengkap mengenai teknik – teknik penjualan dan aspek –aspek lainnya. Training lebih baik dilaksanakan melebihi dari yang diperkirakan daripada  kurang dari yang diperkirakan. Oleh sebab itu training yang melebihi target adalah lebih baik.

Jumlah training yang dibutuhkan oleh setiap orang tergantung dari beberapa faktor dan pasar, jumlah biaya yang disanggupi oleh perusahaan dalam melaksanakan training, dan sikap management itu sendiri terhadap sales training. Kompleksitas produk, tipe para pelanggan juga menyebabkan semakin besarnya peranan training.


C.    PELAKSANAAN TRAINING

Pelaksanaan training (trainer) berasal dari 3 sumber pokok :

1.      Line personal
Training yang diselenggarakan oleh line personal adala merupakan pemberian instruksi – instruksi atau pelajaran – pelajaran oleh salesman senior field supervisor, territorial manager atau sales manager dimana mereka merupakan pimpinan langsung dari para saleman tersebut.

a.      Faedah –faedahnya : Perkataan perkataan line personal lebih beribawa dan berarti bagi para salesman pengikut training ini daripada spesialis dari luar atau staff personal karena mereka mengetahui bahwa line personal mempunyai pengalaman yang baik.
b.      Kerugian – kerugiannya : kelemahan dalam memakai line personal ini ialah karena kurangnya waktu kesanggupan mengajar.

2.      Staff personal
Staff trainer dpat merupakam orang – orang yang dipekerjakan secara khusus untuk menangani program training ataupun staff dari bidang-bidang lain seperti bidang personal, production, atau office management. Staff trainer sering sekali tetap dipekerjakan walaupun sales manager lebih suka menggunakan line executive untuk melaksanakan training, membuat program training dan menyediakan bahan – bahan yang perlu dalam training.

a.      Faedah – faedahnya : staff trainer juga adalah merupakan guru yang baik karena pengertian yang mendalam mengenai masalah – masalah pendidikan
b.      Kerugian – kerugian : dalam teori staff trainer kurang dapat mengendalikan salesman dan tidak mempunyai kewibawaan yang sama seperti seorang line executive.

3.      Spesialis dari luar
Pada kota – kota besar diluar negeri ada perusahaan yang bergerak khusus untuk menangani sales training bagi perusahaan lain. Disamping perusahaan yang teroganisir ini, juga terdapat ahli – ahli yang merupakan konsultan dalam masalah – masalah training. Konsultan – konsultan ini sangat ideal bagi perusahaan – perusahaan yang lebih kecil, karena mungkin karena tidak sanggup membiayai trainer yang bekerja secara penuh.


D.    WAKTU UNTUK MENGADAKAN TRAINING

Pengetahuan dasar tentang produk dan informasi perusahaan hanyalah merupakan syarat yang minimum untuk menyuruh salesman baru mulai bekerja. Ada 2 falsafah dasar dalam menentukan waktu training.

Sebagian executive berpendapat bahwa tidak seorangpun yang boleh ditempatkan ke lapangan sebelum ia memperoleh training yang cukup, bukan saja dalam pengetahuan mengenal produk dan perusahaan, tetapi juga mengenai teknik – teknik penjualan. Manager lainnya lebih suka untuk mengetahui lebih dulu sampai dimana keinginan yang bersangkutan dalam bidang penjualan sebelum dimasukan kedalam training.

Dari segi pandangan ini, training yang dilakukan diluar waktu tugas (off duty training) itu juga mempunyai kebaikan dan keburukan. Keburukannya ialan karena salesman (peserta) hanya mempunyai sedikit waktu istirahat dan sering mengeluh karena adanya training tambahan diluar kerja itu. Jika training teersebut hanya menguntungkan bagi perusahaan saja, maka banyak salesman yang menolak untuk dipaksa mengikutinya dengan menggunakan wwaktunya sendiri.

Tetapi jika sifat dari training itu adalah merupakan self improvement salesman seperti teknik penjualan dan teknik berbicara secara umum dan bukan hanya memcahkan masalah – masalah penjualan yang khusus, maka seorang salesman yang ambisius tidak akan pernah keberatan untuk mengikutinya walaupun diluar jam kerja.





E.     TEMPAT MENGADAKAN TRAINING

Masalah pokok dalam training ini adalah penentuan dimana training tersebut dipusatkan.

1.      Training dilapangan (Decentralized training)
Decentralized training dapat merupakan salah satu ataupum kombinasi dari beberapa bantuk yang berikut :

a.      Office instruction
b.      Pemakaian senior salesman
c.      Pemakaian pembimbing dalam praktek kerja (on-the job-tutering) atau
d.      Trvelling sales clinics


Faedah – faedah decentralized training sangat banyak. Decentralized training umumnya lebih murah daripada centralized training. Peserta dilapangan dapat disuruh melakukan sesuatu pekerjaan sambil belajar. Pengeluaran yang besar untuk membiayai peserta maupun staff trainer jika mereka berada di pusat dapat dihindari.
Juga jika ditinjau dari segi pendidikan, fakta bahwa seseorang secara terus menerus menghadapi masalah – masalah sehari – hari dan dekat dengan kegiatan – kegiatan yang sebenarnya akan memperoleh faedah – faedah yang lebih besar dalam training dipusat. Ia dapat mengemukakan pengalaman – pengalaman yang diperolehnya kedalam training tersebut.
Keuntungan managerial juga dapat diperoleh oleh seorang manager cabang atau pembantu – pembantunya karena mereka bertanggung jawab secara langsung dalam decentralized training tersebut.
Kelemahan satu – satunya dan yang terbesar dalam decentralized training ini ialah adanya kemungkinan manager cabang tidak sanggup melaksanakan training dengan baik atau kurang memperhatikan training dengan sungguh – sungguh, maka terbuka kesempatan training tersebut akan gagal atau tidak mempunyai faedah.







2.      Training terpusast (centralized training)

Centralized training dapat merupakan kursus – kursus yang terorganisir  dengan program – program terencana, ataupun hanya berupa pertemuan – pertemuan periodic atau sales meeting (pertemuan – pertemuan dalam bidang penjualan) yang diselenggarakan disuatu tempat seperti kantor pusat, kota ataupun resort induk.
Kebaikan – kebaikan centralized training dalam centralized training diperoleh personil – personil yang mempunyai kemampuan yang besar, termasuk guru –guru yang cakap. Centralized training dapat menghemat waktu executive dalam mengajar mereka karena tidak perlu mebuang – buang waktu dalam perjalanan jika ia yang harus menangani training tersebut dilapangan (daerah).

Kelemahan – kelemahan centralized training mempunyai 2 kelemahan pokok, yaitu biaya yang relative besar dalam pengeluaran mereka sehari hari selama training dan waktu yang sangat terbatas. Lalu faktor lainnya ialah karena orang – orang yang telah menikah jarang ingin tinggal jauh dari rumah untuk waktu yang lama

Masalah – masalah administrative sales manager haruslah secara teliti memperitungkan beberapa masalah administrative apabila merencanakan suatu program yang terpusat.


F.     PENGGUNAAN TEORI PENDIDIKAN

Proses belajar

Belajar adalah suatu usaha untuk memperoleh sifat-sifat, pengetahuan kecakapan dan sikap. Belajar juga mencakup usaha mencari cara – cara baru dalam melaksanakan berbagai hal, dan usaha seseorang untuk meangatasi rintangan – rintangan atau mengubahnya kedalam situasi – situasi yang baru.

1.      Teori Trial and error (teori percobaan dan kesalahan)

Ada 3 prinsip dasar yang menyertai teaori ini yaitu :

a.      Law of readiness

Hukum ini menyatakan bahwa pelajar dapat dilakukan lebih mudah jika pikirannya telah bersedia, berkeinginan, dan disiapkan untuk menerima penjualan.

b.      Law of exercise
Setelah menemukan suatu pemecahan masalah yang dapat diterapkan dan adanya suatu hal yang kemungkinan pelajar tersebut secara terus menerus menggunakannya, maka kemungkinan besar acara pemecahan ini akan mendarah – daging atau menjadi kebiasaan baginya.

c.      Law of effecr
Jika pemecahan suatu masalah mempunyai hasil atau akibat yang sangat besar, maka pelajar yang bersangkutan tidak akan mudah melupakannya dibandingkan dengan pemecahan masalah dengan hasil rata – rata saja.

2.      Teori conditioned respone (teori pembiasaan jawaban)

Teori ini baik digunakan untuk menerangkan reaksi – reaksi otomatis dengan kepadatan tertentu sehingga tidak di perlukan pemikiran yang reflektif.


3.      Teori insight (teori kesadaran)

Teori ini memberikan kesempatan untuk melaksanakan pengamatan imaginasi dan ide – ide yang timbul. Teori ini adalah metode yang terbaik dalam training salesman karena mendorong mereka untuk mengembangkan kemampuan mengatasi masalah – masalah mereka sendiri.

4.      Ringkasan dari prinsip – prinsip mengingat dan belajar

Ingatan adalah suatu hal yang sangat penting dalam belajara. Ingatan adalah merupakan kegiatan dari lima faktor yang bekerja selaras yaitu :

a.      Pengulangan ;
b.      Resensi ;
c.      Kekuatan rangsangan ;
d.      Hubungan atau kaitan ;
e.      Pencakupan emosi.








G.    BEBERAPA DASAR DALAM MEMBERI PENGAJARAN

Prinsip dasar dalam mengajar yaitu :

1.      Partisipasi maksimum
Seorang trainer harus berusaha memperoleh partisipasi maksimum dari para peserta.
2.      Sikap pengajar
Para peserta sangat cepat untuk mendeteksi dan merasa kesal kepada setiap sikap yang kurang baik.
3.      Enthusiasme
Adalah salah satu karakter kepribadian yang sangat membantu yang harus dimiliki oleh seorang trainer.
4.      Kepercayaan kepada pengajar
Jika ingin berhasil dalam belajar, para peserta harus mempunyai keyakinan penuh tentang kemampuan dan pengetahuan instruktur.


H.    TEKNIK – TEKNIK MENGEMUKAKAN PELAJARAN

Pililhan salah satu – satunya disini adalah metode yang di lengkapi dengan alat – alat pembantu untuk melihat (visual aids)

1.      Metode bacaan
Dapat memberikan lebih banyak informasi dalam suatu periode waktu yang singkat kepada sejumlah besar peserta dibandingkan dengan metode – metode lainnya.
2.      Metode diskusi
Banyak diskusi yang hanya merupakan pembicara terbuka tentang topic antara pengajar dengan  peserta dimana peranan pengajar adalah untuk mengendalikan dan member dorongan kepada diskusi tersebut.
3.      Kejadian – kejadian
Salah satu teknik yang paling banyak digunakan dalam mendorong diskusi yang menyajikan kepada peserta suatu pengalaman yang lebih realistis ialah metode mengungkapkan suatu riwayat kejadian yang pernah terjadi
4.      Pembagian kelompok
Bentuk diskusi ini biasanya membagi suatu kelompok besar kedalam beberapa kelompok kecil supaya diperoleh parisipasi yang lebih besar dari setiap peserta
5.      Panel – panel
Merupakan diskusi kelompok juga (round table discussion), tetapi dilakukan di depan kelas.
6.      Metode peragaan
Peragaan atau demonstrasi dapat sangat bermanfaat jika digunakan dalam mengajar pengetahuan produk dan teknik- teknik penjualan
7.      Metode memainkan peranan
Role playing berarti menempatkan peserta kedalam suatu situasi yang realities dan menyuruhnya untuk melakukan penjualan kepada seseorang yang berpura-pura berperan sebagai calon pembeli
8.      Metode penggunaan video tape
Teknologi modern memungkinkan rekaman audiovisual dalam role playing sales presentations sehingga seseorang peserta dalam melihat dirinya sendiri sedang beraksi dan instruktur dapat memberikan komentar-komentar pada saat yang tepat
9.      Metode kerja nyata ( on the job training )
Training kerja nyata menempatkan peserta kepada situasi yang lebih realistis lagi

Membaca RAPBN 2015



Membaca RAPBN 2015
Pada tanggal 15 Agustus 2014, Presiden SBY menyampaikan pidato kenegaraan terakhir di depan sidang paripurna DPR RI. Pidato kenegaraan itu berkenaan dengan nota keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diproyeksikan untuk tahun 2015.
Dalam pidato itu, SBY menjelaskan bahwa :
·         Pendapatan dari sektor pajak sebesar Rp. 1.370,8 Triliun atau 77,78 % dari keseluruhan pendapatan APBN.
·         Pendapatan dari sektor bukan pajak sebesar RP.  388,0 Triliun atau 22,01 % dari keseluruhan pendapatan APBN ,dan
·         Penerimaan hibah sebesar RP. 3,4 Triliun atau 0,19 % dari keseluruhan pendapatan APBN.

Total pendapatan sebesar 1.762,3 Triliun. Sementara itu, dari sisi belanja Negara, terakumulasi angka Rp. 2.019.9 Triliun. Artinya, terdapat defisit sebesar Rp. 257.572,3 Triliun.
Jika mengacu pada pengalaman sebelumnya, defisit APBN yang diproyeksikan sebesar 257.572,3 Triliun itu akan ditutup dengan hutang atau dengan cara menaikkan harga BBM. Patut dicatat, subsidi BBM pada RAPBN 2015 dialokasikan sebesar Rp. 291.111,8 Triliun. Artinya, jika subsidi BBM dicabut akan terjadi surplus pada RAPBN 2015 sebesar Rp.33.539,5 Triliun.
Mencabut subsidi atau menaikkan harga BBM memang cara paling instan dan mudah untuk menutup defisit APBN tetapi – masalahnya – pencabutan subsidi itu akan berdampak cukup signifikan bagi sekitar 30-an juta penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan dan berpotensi menambah jumlah orang miskin baru, terutama mereka yang berhimpit dengan garis kemiskinan. Hal ini didasarkan oleh fakta bahwa pencabutan subsidi atau menaikkan harga BBM selalu diikuti dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok, yang berpotensi menurunkan daya beli masyarakat miskin.
Sebenarnya, jika pemerintah mau bekerja lebih keras, defisit RAPBN sebesar RP. 257, 6 Triliun itu dapat dilakukan dengan cara menaikkan pajak bagi para miliuner di Indonesia (millionaire tax) dan/atau perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Di samping itu, defisit anggaran juga bisa ditutup dengan melakukan penghematan pada pos-pos anggaran kementrian dan lembaga Negara yang tidak penting serta melakukan rasionalisasi gaji dan tunjangan para pejabat Negara.
Di samping itu, lubang-lubang potensi kebocoran APBN harus ditutup. Menurut audit BPK, kebocoran APBN mencapai persentase 32%, sebuah angka yang sangat tinggi. Bandingkan dengan defisit anggaran RAPBN 2015 yang hanya 12,75%. Artinya, andai saja korupsi bisa ditekan, tidak saja pembangunan menjadi optimal, tetapi defisit APBN juga bisa diatasi.


Politik Anggaran yang Timpang    
Di samping masalah defisit anggaran, RAPBN 2015 juga menyajikan gesture ketimpangan dalam alokasi belanja Negara menurut fungsi. Rp. 939.572,7 Triliun dihabiskan oleh Negara hanya untuk pelayanan umum, yang didalamnya meliputi pembayaran gaji PNS dan subsidi (baik energi maupun non energi). Dengan kata lain, 68,1% belanja Negara diperuntukkan untuk membiayai belanja rutin.
Bandingkan, misalnya, dengan alokasi pada fungsi pendidikan yang hanya dipatok sebesar Rp. 119.459,2 Triliun atau hanya 8,7% dari seluruh belanja Negara, sangat jauh dari amanat undang-undang yang seharusnya minimal 20%. Ironisnya, anggaran pendidikan ini justru turun sekitar Rp 10 Triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Justru, kenaikan cukup signifikan terjadi pada anggaran pertahanan, keamanan, ekonomi , kesehatan, pariwisata, dan agama.
Di titik ini, kita melihat bahwa rezim SBY-Boediono di akhir pemerintahannya mempunyai tingkat sensitifitas yang rendah dalam mengkualitaskan sector pendidilan, setidaknya dalam hal pengalokasian anggaran. Turunnya anggaran pendidikan sebesar Rp. 10 Triliun menunjukkan hal itu.
Anehnya, anggaran dalam fungsi keagamaan justru naik sangat signifikan. Pada APBN-P 2014 dialokasikan sebesar Rp. 3.706,3 Triliuan naik menjadi Rp. 5.154,7 Triliun. Pertanyaannya, apa urgensinya menaikkan anggaran pada bidang agama ? bukankah anggaran di bidang pendidikan jauh lebih penting daripada keagamaan ?      
Kenaikan cukup tinggi juga terjadi pada anggara pertahanan yang dipatok Rp. 94.903,2 Triliun, naik sekitar 12 triliun dari APBN-P 2014 yang dipatok sebesar Rp. 83.221,7 Triliun. Realitas ini menunjukkan bahwa pada RAPBN 2015 terjadi usaha untuk memperkuat TNI, terutama dalam hal politik anggaran. Patut dicatat, kenaikan anggaran pertahanan adalah yang paling tinggi di luar anggaran untuk pelayanan umum.
Gesture politik anggaran RAPBN 2015 menunjukkan bahwa pemerintahan SBY-Boediono mereduksi anggaran pendidikan dan mengalihkannya untuk pertahanan dan bidang keagamaan (yang mengalami peningkatan alokasi anggaran cukup besar).  Pembangunan dlam bidang keagmaan dan pertahanan mengalami peningkatan, sebaliknya pembangunan di bidang pendidikan mengalami penurunan.
Di samping bidang pendidikan yang mengalami penurunan alokasi anggran, bidang perumahan dan fasilitas umum juga mengalami hal yang sama. Jika pada APBN-P 2014, bidang perumahan dan fasilitas umum dialokasikan sebesar Rp. 27.853,4 Triliun, maka pada RAPBN 2015 turun menjadi 18.672,8 Triliun. Artinya, dana yang disediakan pemerintah pusat untuk memperbaiki jalan, membangun rumah murah, memperbaiki jembatan, dan fasilitas infrastruktur lainnya mengalami penurunan.
Politik Anggaran yang Memenjara Jokowi-JK     
Menyimak gesture anggaran pada RAPBN 2015 jelas terbaca sangat menyulitkan pemerintahan Jokowi-JK. Poin-poin penting dari visi-misi Jokowi-JK sama-sekali tidak tercermin dalam RAPBN 2015. Meskipun Jokowi telah membuat terobosan dengan membentuk tim transisi, tetapi penyusunan RAPBN 2015 yang tanpa melibatkan tim transisi Jokowi-JK membuatnya kontra-produktif.  Program-program unggulan Jokowi, seperti Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat sama-sekali tidak terakomodasi dalam RAPBN 2015. Demikian halnya dalam penanganan lumpur Lapindo juga tidak terakomodasi dalam RAPBN 2015.
Hal ini menjadi preseden buruk transisi kekuasaan dari pemerintahan yang lama ke pemerintahan yang baru. Jokowi-JK “dipaksa” untuk meninjau ulang semua program-program pembangunan yang tertuang dalam RAPBN 2015 dalam waktu singkat. Praktis, Jokowi-JK hanya mempunyai waktu kurang dari satu bulan untuk mempelajari RAPBN 2015.(IRIB Indonesia/SIPerubahan/PH)
Oleh: Haris el Mahdi (Sosiolog Universitas Brawijaya dan pegiat sosial untuk Perubahan Progresif)

Pendapat saya tentang RAPBN 2015 ini Dari paparan di atas, dapat kita membaca bahwa postur dan pengalokasian anggaran RAPBN 2015 tidak memberi stimulus untuk menggerakkan ekonomi riil, tidak berpihak pada pengembangan pendidikan, dan mereduksi fungsi Negara dalam hal penyediaan infrastruktur. Negara hanya menghabiskan anggaran cukup banyak dalam belanja rutin. Di samping itu, terdapat kemauan politik yang cukup kuat untuk memperkuat TNI.